Sejarah dan Perkembangan Literasi di Mandar

 

Peran budaya Mandar dalam mendorong perkembangan literasi.

Mandar, sebuah wilayah di pesisir barat Sulawesi Barat, memiliki tradisi literasi yang erat kaitannya dengan budaya maritimnya. Sejarah mencatat bahwa Mandar telah lama menjadi pusat peradaban pesisir yang kaya akan tradisi lisan, seperti pantun, syair, dan cerita rakyat. Tradisi ini berfungsi sebagai media pendidikan non-formal yang diturunkan dari generasi ke generasi. Salah satu bentuk literasi awal masyarakat Mandar adalah penggunaan lontaraq, yakni aksara tradisional Bugis-Makassar yang juga digunakan di Mandar untuk mencatat sejarah, hukum adat, dan silsilah keluarga (Rahim, 2018).

Pada abad ke-19, literasi di Mandar berkembang seiring dengan interaksi masyarakat lokal dengan para pedagang dan ulama dari luar daerah, termasuk dari kawasan Arab, Eropa, dan Nusantara lainnya. Perkembangan ini mendorong munculnya lembaga pendidikan Islam tradisional seperti pesantren yang mengajarkan membaca Al-Qur'an dan teks-teks keagamaan lainnya. Keberadaan pesantren turut memperkuat tradisi membaca dan menulis di Mandar, sekaligus melestarikan naskah-naskah klasik yang berisi ajaran agama dan kearifan lokal (Basri, 2020).

Budaya bahari juga memainkan peran penting dalam perkembangan literasi di Mandar. Sebagai masyarakat maritim, orang Mandar menggunakan literasi praktis dalam navigasi laut, mencatat arah angin, arus laut, dan musim. Pengetahuan ini sering disampaikan melalui syair dan lagu yang tidak hanya menghibur tetapi juga mendidik. Selain itu, semangat kebersamaan dalam komunitas bahari mendorong terciptanya ruang-ruang diskusi dan pembelajaran kolektif, baik di atas kapal maupun di daratan setelah pelayaran (Ridwan Alimuddin, 2015).

Dalam perkembangan modern, literasi di Mandar mendapatkan dorongan baru melalui pengembangan komunitas literasi dan festival budaya. Salah satu inisiatif penting adalah gerakan literasi berbasis tradisi lokal, seperti pengenalan kembali tulisan lontaraq dan revitalisasi karya-karya sastra tradisional Mandar. Festival seperti Festival Sandeq juga menjadi ajang untuk mempromosikan warisan budaya sekaligus mendorong masyarakat Mandar, khususnya generasi muda, untuk terlibat dalam aktivitas literasi (Nurhayati, 2019).

Sejarah panjang literasi di Mandar menunjukkan bahwa budaya lokal memiliki peran sentral dalam memupuk kesadaran literasi masyarakat. Kearifan lokal yang terwujud dalam tradisi lisan, navigasi maritim, dan lembaga pendidikan tradisional membentuk fondasi yang kuat bagi perkembangan literasi di Mandar. Hingga kini, budaya literasi tersebut terus bertransformasi, menjawab tantangan modern tanpa melupakan akar tradisinya.

Tokoh-Tokoh Mandar yang Berpengaruh dalam Dunia Literasi

Masyarakat Mandar tidak hanya dikenal dengan budaya baharinya, tetapi juga kontribusi tokoh-tokoh lokal yang berperan penting dalam dunia literasi. Para tokoh ini telah mendedikasikan karya dan pemikirannya untuk melestarikan tradisi literasi sekaligus mendorong perkembangan intelektual di Mandar.

1. Abdurrahman Basir

Abdurrahman Basir adalah salah satu tokoh Mandar yang dikenal luas sebagai sastrawan dan budayawan. Ia aktif menulis puisi, cerpen, dan esai yang menggali kearifan lokal Mandar serta merefleksikan kehidupan masyarakat pesisir. Karya-karyanya sering mengangkat tema-tema tentang identitas budaya dan hubungan masyarakat Mandar dengan laut. Salah satu kontribusi pentingnya adalah mendokumentasikan cerita-cerita rakyat Mandar yang sebelumnya hanya diwariskan secara lisan (Basir, 2015).

2. Muhammad Ridwan Alimuddin

Muhammad Ridwan Alimuddin adalah seorang penulis, peneliti, dan dokumentator budaya Mandar. Ia telah menulis sejumlah buku penting seperti "Mandar dalam Perspektif Sejarah dan Budaya" serta "Bahari Nusantara: Peran Masyarakat Mandar dalam Sejarah Maritim Indonesia". Karya-karyanya menjadi referensi utama bagi penelitian budaya dan literasi Mandar. Ridwan juga aktif mendirikan komunitas literasi dan perpustakaan rakyat untuk memperluas akses terhadap bahan bacaan di wilayah pesisir (Alimuddin, 2017).

3. Djamaluddin Amien

Sebagai tokoh intelektual Mandar, Djamaluddin Amien memberikan kontribusi besar dalam bidang pendidikan dan sastra. Ia dikenal sebagai salah satu pendiri dan penggerak literasi di Sulawesi Barat, khususnya melalui institusi pendidikan yang ia dirikan. Selain itu, karya tulisnya banyak mengeksplorasi nilai-nilai pendidikan berbasis kearifan lokal, menjadikannya sebagai pelopor dalam mengintegrasikan tradisi Mandar ke dalam kurikulum literasi modern (Amien, 2003).

4. Sitti Nurhayati Muhamad

Nurhayati dikenal sebagai tokoh perempuan yang aktif dalam pelestarian tradisi sastra lisan Mandar. Ia telah menulis buku-buku yang mengupas tari tradisional, syair, dan ritual adat Mandar. Dalam karya-karyanya, Nurhayati tidak hanya mendokumentasikan tradisi tetapi juga memberikan analisis filosofis yang menghubungkan literasi dengan spiritualitas masyarakat Mandar. Ia juga terlibat dalam program pelatihan literasi berbasis komunitas, khususnya untuk anak-anak dan perempuan di daerah pedesaan (Muhamad, 2019).

5. Ahmad Baharuddin

Ahmad Baharuddin adalah seorang penulis dan jurnalis asal Mandar yang telah berkontribusi dalam mendokumentasikan tradisi maritim seperti Sandeq. Dalam bukunya, "Sandeq: Perahu Tercepat Nusantara", ia memadukan penelitian sejarah dengan narasi budaya, memperkenalkan kekayaan bahari Mandar kepada pembaca nasional dan internasional. Karyanya membantu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pelestarian tradisi maritim sebagai bagian dari literasi budaya (Baharuddin, 2016).

Tokoh-tokoh Mandar ini membuktikan bahwa tradisi literasi di Mandar tidak hanya hidup, tetapi juga terus berkembang. Melalui karya-karya mereka, mereka telah berhasil melestarikan kearifan lokal sekaligus memberikan kontribusi penting bagi dunia literasi Indonesia. Peran mereka menginspirasi generasi muda Mandar untuk terus menggali dan memajukan literasi berbasis tradisi lokal.

Referensi

1.      Basri, M. (2020). Sejarah Pendidikan Islam di Sulawesi. Makassar: Pustaka Pendidikan.

2.      Nurhayati, N. (2019). Tradisi Sastra Lisan di Mandar dan Relevansinya Terhadap Gerakan Literasi. Jurnal Kebudayaan Nusantara, 5(3), 45–56.

3.      Rahim, A. (2018). Lontaraq: Aksara Tradisional Bugis-Makassar dan Perannya di Mandar. Makassar: Amanah Press.

4.      Ridwan Alimuddin, M. (2015). Bahari Nusantara: Peran Masyarakat Mandar dalam Sejarah Maritim Indonesia. Parepare: Lautan Biru.

5.      Alimuddin, M. R. (2017). Mandar dalam Perspektif Sejarah dan Budaya. Makassar: Lautan Biru.

6.      Amien, D. (2003). Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal di Sulawesi Barat. Jurnal Pendidikan Nusantara, 4(2), 67–78.

7.      Baharuddin, A. (2016). Sandeq: Perahu Tercepat Nusantara. Parepare: Sandeq Press.

8.      Basir, A. (2015). Tradisi Sastra Mandar dalam Era Globalisasi. Jurnal Kebudayaan dan Sastra Pesisir, 3(1), 45–62.

9.      Muhamad, S. N. (2019). Tarian dan Tradisi Mandar: Sebuah Pendekatan Filosofis. Mamuju: Nusantara Media.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGEMBANGAN PROFESI GURU

HUKUM DAN AKAD SYARIAH

PENDIDIKAN POLITIK